Tak Mau Buru-buru, DPR Belum Akan Bahas RUU Pemilu

3 hours ago 1

CNN Indonesia

Jumat, 27 Jun 2025 00:30 WIB

DPR belum akan membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu pada masa sidang terakhir. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembahasan RUU Pemilu yang belakangan disebut juga RUU Politik Omnibus Law masih dalam tahap pembicaraan informal antar fraksi. (Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Jakarta, CNN Indonesia --

DPR belum akan membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu pada masa sidang terakhir. DPR tak mau terburu-buru membahas RUU tersebut.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pembahasan RUU Pemilu yang belakangan disebut juga RUU Politik Omnibus Law masih dalam tahap pembicaraan informal antar fraksi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mungkin untuk RUU Pemilu belum kita bahas pada sidang ini karena kita masih juga secara informal berbicara antar praksi," kata Dasco di kompleks parlemen, Kamis (26/6).

Dia menjelaskan pihaknya tak mau buru-buru membahas RUU tersebut, terutama menyangkut perintah MK soal rekayasa konstitusional pada syarat ambang batas pencalonan presiden.

Menurut dia, sistem tersebut terbilang baru dalam aturan politik elektoral. Dasco menilai rekayasa konstitusional harus dibahas dengan hati-hati melibatkan sejumlah pihak dan para ahli.

"Nah rekayasa konstitusi itu tentunya tidak bisa kita ambil secara terburu-buru. Selain ini adalah hal yang baru, merekayasa konstitusi ini juga perlu pendapat dari para ahli yang memahami soal konstitusi," kata Dasco.

"Karena kita akan berhati-hati dalam melakukan keputusan MK tersebut. Ini masih ada pembicaraan informal yang tentunya belum bisa kita sampaikan ke publik," imbuhnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah sejumlah aturan terkait syarat ambang batas, baik pada pemilu dan pilkada. Untuk pilkada, dalam putusan Nomor 60 /PUU-XXII/2024, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah bisa dicalonkan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.

Sedangkan untuk pilpres, MK menghapus 20 persen ambang batas yang selama ini berlaku. Namun, MK memerintahkan rekayasa konstitusional untuk menghindari banyaknya jumlah capres.

Teranyar, MK memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6).

(thr/dmi)

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |