Poin-Poin Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut

20 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Status kepemilikan empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) menjadi polemik setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menetapkan keempat pulau tersebut berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Keputusan ini memicu reaksi keras dari Pemerintah Aceh yang tetap mengklaim bahwa keempat pulau itu adalah bagian dari wilayahnya.

Berikut CNNIndonesia.com mengumpulkan poin-poin seputar polemik ini:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Empat pulau jadi sengketa

Empat pulau yang disengketakan adalah yakni, Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang (Besar), Pulau Mangkir Ketek (Kecil).

Status administratif keempat pulau itu kini masuk ke dalam Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

Keputusan tersebut membuat kedua Pemprov, baik Aceh maupun Sumut, saling berebut klaim atas keempat pulau tersebut di masing-masing wilayah mereka.

Sejarah panjang awal mula konflik

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kemendagri Safrizal Zakaria Ali menyebut polemik ini berawal pada 2008. Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi yang terdiri dari sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap jumlah pulau di Indonesia, termasuk Provinsi Aceh dan Sumut.

Hasilnya, Aceh tercatat sebanyak 260 pulau, namun tidak termasuk keempat pulau sengketa. Sementara Sumatera Utara tercatat sebanyak 213 pulau, termasuk keempat pulau tersebut. Hasil ini kemudian sempat dikonfirmasi oleh Pemprov Aceh dan Sumut beserta hasil pelaporan pada PBB pada 2012, dan menetapkan status empat pulau tersebut menjadi wilayah Sumut.

Bahkan, menurut Mendagri Tito Karnavian, konflik ini telah berlangsung sejak tahun 1928.

"Dari tahun 1928 persoalan ini sudah ada. Prosesnya sangat panjang, bahkan jauh sebelum saya menjabat. Sudah berkali-kali difasilitasi rapat oleh berbagai kementerian dan lembaga," ujar Tito.

Perubahan nama dan perpindahan koordinat pulau

Dalam surat konfirmasi Gubernur Aceh pada 2009 setelah hasil verifikasi pulau, tercantum perubahan nama dan koordinat empat pulau, yakni Pulau Mangkir Besar semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, dan Pulau Lipan yang semula Pulau Malelo.

"Jadi setelah konfirmasi 2008, di 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat," ujar Safrizal.

Safrizal menjelaskan bahwa ini menunjukkan telah terjadi perubahan posisi koordinat pulau secara administratif, yang menjadi salah satu sumber konflik.

Dasar keputusan Kemendagri

Mendagri Tito Karnavian menyatakan bahwa keputusan pemerintah pusat dalam Kemendagri tahun 2022 yang memutuskan bahwa empat pulau tersebut berada dalam wilayah Sumatera Utara didasarkan pada hasil penelitian batas darat antara Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), TNI Angkatan Laut. dan Topografi Angkatan Darat.

"Keputusan ini sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak," kata Tito, mengacu pada Kepmendagri tahun 2022 yang ditegaskan kembali pada April 2025.

Batas laut masih belum disepakati

Meski batas darat sudah ditetapkan, batas laut antara Aceh dan Sumut belum menemui titik temu dan belum menemukan adanya kesepakatan. Tito menegaskan pentingnya penyelesaian batas wilayah karena menyangkut kepastian hukum, penghitungan Dana Alokasi Umum (DAU), tata ruang, dan perencanaan pembangunan.

Jika batas tidak jelas maka pembangunan di wilayah sengketa dapat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dikarenakan belum ada kesepakatan yang tercapai dalam konflik ini, kata Tito, maka kewenangan pengambilan keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat. Meskipun penegasan nama wilayah sudah dilakukan, Tito menyebut proses penyelesaian batas wilayah secara keseluruhan masih berjalan.

Pemerintah Aceh tetap perjuangkan

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menyatakan pihaknya tetap berkomitmen memperjuangkan agar keempat pulau masuk ke wilayah Aceh Singkil.

"Pemerintah Aceh akan terus memperjuangkan agar keempat pulau itu dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Aceh," kata Syakir dalam keterangannya, Senin (26/5).

Syakir mengungkapkan telah menyerahkan bukti-bukti serta dokumen administrasi pendukung yang menunjukkan keempat pulau tersebut masuk dalam wilayah aceh.

Anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) Aceh I Muslim Ayub menegaskan bahwa seluruh anggota DPR dari Aceh tak akan tinggal diam dengan keputusan pemerintah tersebut. Dia mengingatkan Mendagri Tito Karnavian agar tak mengambil keputusan sesumbar jika tak ingin memicu luka lama masyarakat Aceh.

Ia mengaku khawatir keputusan Kemendagri yang mengubah status empat pulau di Aceh menjadi wilayah administrasi Sumatera Utara (Sumut) akan memicu ketegangan.

"Ya, kami selaku anggota DPR di sana, kami tidak tinggal diam. Jangan buat persoalan baru di Aceh lagi, persoalan lama juga masih. Jadi itu dimarginalkan. Jangan tumbuh lagi persoalan baru. Pulaunya dicaplok 4 pulau, bukan main-main," kata Muslim saat dihubungi, Rabu (11/6).

Muslim bahkan menduga peralihan empat pulau tersebut terkait kandungan minyak dan gas bumi (migas). Ia menyebut ada rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab (UEA) di empat pulau tersebut.

Senada, Anggota DPR asal Dapil Aceh I Nazaruddin Dek Gam meminta keempat pulau tersebut dikembalikan ke Aceh. Ia mengkritik keputusan Kemendagri yang memasukkan empat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara.

"Saya minta Mendagri untuk segera mengembalikan pulau tersebut ke Provinsi Aceh," kata Dek Gam saat dihubungi, Rabu (11/6).

Dek Gam menjelaskan bahwa masyarakat di empat pulau itu sejak dulu diketahui ber-KTP Aceh. Menurutnya, alasan itu telah menjadi dasar Pulau Panjang hingga Mangkir Ketek tak perlu dipindahkan. Bahkan, Dek Gam meminta Mendagri Tito lebih agar mengurusi persoalan lain. Menurut dia, keputusan Mendagri hanya bikin gaduh.

Picu konflik

Guru Besar Universitas Syiah Kuala Humam Hamid turut menyebut polemik keempat pulau ini berpotensi memunculkan konflik baru. Ia menilai keputusan pemerintah dalam hal ini dilakukan secara sepihak tanpa proses dialog yang terbuka, sehingga menimbulkan rasa tidak adil bagi masyarakat Aceh.

"Bila tidak ditangani secara sensitif, keputusan administratif bisa menjadi percikan bagi munculnya kembali narasi resistensi yang lebih luas. Di mata masyarakat Aceh, ini bukan sekadar pengalihan wilayah, melainkan pengabaian atas martabat dan komitmen politik pascadamai," kata Humam Hamid dalam keterangannya, Rabu (11/6).

Lanjut halaman berikut >>>


Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |