Jakarta, CNN Indonesia --
Wilmar International Limited alias Wilmar Group tersandung dugaan korupsi izin ekspor CPO.
Anak usahaWilmar Group; PTMultimas Nabati Asahan, PTMultimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PTWilmarBionergi Indonesia dan PTWilmar Nabati Indonesia menjadi terdakwa dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
Pada vonis tingkat pertama 19 Maret 2025, PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat membebaskan tiga terdakwa itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menyebut terdakwa terbukti melakukan perbuatan sesuai yang didakwakan jaksa. Tetapi perbuatan para terdakwa dinyatakan bukan suatu tindak pidana atau ontslag.
Di tengah proses hukum tersebut, pada pertengahan April, Kejaksaan Agung menangkap empat hakim atas dugaan suap dalam putusan onslagt itu. Mereka diduga menerima suap Rp60 miliar.
Kejagung mengajukan kasasi atas putusan onslagt itu ke MA. Mereka menuntut Wilmar Group diminta membayar uang pengganti atas kasus itu Rp11,8 triliun.
"Barangkali hari ini merupakan preskon terhadap penyitaan uang dalam sejarahnya, ini yang paling besar. Nanti akan disampaikan secara substansi oleh Pak Direktur Penuntutan," kata Direktur Penuntut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Sutikno dalam konferensi pers, Selasa (17/6).
Lalu siapa sebenarnya Wilmar dan bagaimana sepak terjang pemiliknya?
Wilmar adalah perusahaan Singapura yang eksis sejak 1991 silam.
Ada dua orang pendiri perusahaan agribisnis tersebut, yakni Kuok Khoon Hong dan Martua Sitorus. Keduanya mendirikan Wilmar Trading Pte Ltd pada 1 April 1991 dengan modal awal 100 ribu dolar Singapura dan merekrut 5 orang karyawan.
Kuok Khoon Hong adalah warga negara Singapura. Menurut catatan Forbes, pria kelahiran 1949 itu mengantongi US$3,8 miliar alias Rp62,1 triliun (asumsi kurs Rp16.348 per dolar AS) pada 2024. Kuok juga merupakan keponakan miliarder Malaysia bernama Robert Kuok.
Meski sudah berusia 75 tahun, Kuok Khoon Hong masih memegang peran penting di Wilmar Group. Ia saat ini berstatus Chairman sekaligus CEO perusahaan yang memperoleh cuan dari kelapa sawit tersebut.
Sawit memang menjadi incaran Kuok Cs sejak awal Wilmar berdiri. Berdasarkan keterangan di situs resmi perusahaan, proyek awal mereka adalah membuka kebun kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Sumatra Barat.
"Kini, Wilmar merupakan salah satu pemilik perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia dengan operasi hulu di Indonesia, Malaysia, Uganda, Pantai Gading, Ghana, dan Nigeria," jelas situs Wilmar, dikutip Kamis (19/6).
Bisnis sawit Wilmar di Indonesia berkembang pesat. Mereka menjelma menjadi raksasa di segala lini, mulai dari penyulingan minyak sawit, penggilingan kopra, memproduksi biodiesel, sampai membuat minyak goreng kemasan.
Merek kenamaan, seperti Sania sampai Fortune yang ditemukan di toko ritel adalah buatan Wilmar Group.
Pada 1993, Wilmar menggaet Adani Group dari India untuk melakukan ekspansi bisnis. Kedua perusahaan itu melakukan penyulingan dan memproduksi minyak goreng kemasan di Bangladesh.
Perusahaan milik taipan India bernama Gautam Adani itu kemudian melakukan joint venture dengan Wilmar. Mereka membentuk Adani Wilmar Limited yang sekarang dikenal dengan nama AWL Agri Business Limited.
Pada 1999, perusahaan itu tercatat mengoperasikan lebih dari 100 pabrik di India.
Bisnis kelapa sawit ini akhirnya resmi melantai di Bursa Efek Singapura pada Agustus 2006. Kapitalisasi pasar awalnya mencapai 2,38 miliar dolar Singapura. Wilmar pada akhirnya sukses melebarkan cakupan bisnis sampai produksi tepung, beras, dan gula.
"Grup ini memiliki lebih dari 1.000 pabrik manufaktur di lebih dari 30 negara dan wilayah. Jaringan distribusi yang luas meliputi China, India, Indonesia, dan sekitar 50 negara serta wilayah lainnya," klaim perusahaan tersebut.
Wilmar International tercatat mempekerjakan sekitar 100 ribu orang. Laba bersihnya pada tahun lalu menyentuh US$1,16 miliar atau setara Rp18,9 triliun.
(tim/skt/agt)