CNN Indonesia
Senin, 30 Jun 2025 00:48 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Lebih dari sepertiga orang atau rakyat Vanuatu--negara kepulauan di Samudera Pasifik-- telah mengajukan visa ke Australia dengan dalih pemanasan global dan perubahan iklim yang mengancam keberadaan pulau tersebut.
Demikian diungkap Duta Besar Tuvalu untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Tapugau Falefou, Minggu (29/6).
Falevou mengaku dirinya terkejut atas fakta tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"[Saya] terkejut oleh banyaknya orang yang bersaing untuk mendapatkan kesempatan ini," katanya mengutip dari Reuters.
Tuvalu adalah salah satu negara yang memiliki risiko terbesar karena perubahan iklim akibat pemanasan global. Kajian para pakar mengatakan itu terjadi karena kenaikan permukaan air laut yang mengancam populasi sembilan atol dengan populasi 11 ribu jiwa di perairan Pasifik tersebut.
Sejak pendaftaran visa Australia dibuka bulan ini, Falevou mengatakan setidaknya sudah 1.124 orang telah mendaftar dengan menyertakan anggota keluarganya. Dia bilang jumlah total pemohon visa ke Australia menjadi 4.052 berdasarkan perjanjian bilateral mengenai iklim dan keamanan.
Pendaftaran ditutup pada 18 Juli, dengan batas tahunan 280 visa yang dirancang untuk memastikan migrasi ke Australia tidak menyebabkan pelarian sumber daya manusia (brain drain) dari Tuvalu.
Visa tersebut akan memungkinkan penduduk Tuvalu untuk tinggal, bekerja, dan belajar di Australia, serta memperoleh manfaat kesehatan dan pendidikan dengan dasar yang sama dengan warga negara Australia.
"Pindah ke Australia berdasarkan perjanjian Falepili Union akan memberikan kiriman uang tambahan kepada keluarga yang tinggal di sana," kata Falefou.
Pada tahun 2050, ilmuwan NASA memproyeksikan pasang surut harian akan menenggelamkan setengah dari atol utama Funafuti. Itu adalah rumah bagi 60% penduduk Tuvalu, di mana para penduduk desa berpegang teguh pada sebidang tanah sempit selebar 20 meter (65 kaki).
Prakiraan itu mengasumsikan kenaikan permukaan laut setinggi 1 meter, sementara kasus terburuk, dua kali lipatnya, akan membuat 90 persen Funafuti terendam air.
Tuvalu, yang ketinggian rata-ratanya hanya 2 meter, telah mengalami kenaikan permukaan laut sebesar 15 cm selama tiga dekade terakhir. Kenaikan itu satu setengah kali lipat dari rata-rata global.
Negara itu telah membangun 7 hektare lahan buatan, dan berencana membangun lebih banyak lagi, yang diharapkan akan tetap berada di atas pasang surut hingga tahun 2100.
(reuters/kid)