Jakarta, CNN Indonesia --
Rotasi Bumi diperkirakan melaju lebih cepat pada Juli hingga Agustus 2025. Situasi tersebut menyebabkan hari-hari pada periode tersebut menjadi lebih pendek.
Peningkatan kecepatan rotasi selama musim panas bukan hal baru. Namun, penyebab fenomena yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini masih menjadi misteri bagi para peneliti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rotasi Bumi telah berubah signifikan seiring waktu. Saat ini, Bumi berotasi lebih dari 365 kali pada porosnya dalam satu orbit mengelilingi Matahari.
Namun, panjang hari sebetulnya sangat bervariasi sepanjang sejarah Bumi, dengan durasi kala revolusi Matahari berkisar antara 490 hingga 372 hari di masa lalu.
Dikutip dari IFL Science, banyak faktor memengaruhi kecepatan rotasi, termasuk perubahan permukaan air laut dan pergeseran di dalam Bumi. Namun, faktor terbesar adalah Bulan perlahan menjauh dari Bumi, menyebabkan perlambatan rotasi sekitar 1,8 milidetik per abad.
Dalam beberapa tahun terakhir, panjang hari Bumi telah diukur secara presisi menggunakan jam atom. Biasanya, detik kabisat ditambahkan sesekali untuk mengimbangi perlambatan Bumi, sebuah tindakan krusial untuk menjaga operasional GPS.
Namun, sejak 2020, trennya berbalik. Rotasi Bumi justru melaju lebih cepat.
Pada 2020, tercatat 28 hari terpendek sejak 1960. Setiap tahun setelah itu, rekor hari terpendek terus terpecahkan, dengan hari terpendek yang tercatat sejauh ini ditetapkan pada 2024.
Rekor ini mencatat durasi 1,66 milidetik lebih pendek dari hari biasa yang berlangsung 86.400 detik. Tahun ini, pada Juli dan Agustus, rekor hari terpendek diprediksi akan terulang.
Berdasarkan pengamatan dan model dari International Earth Rotation and Reference Systems Service (IERS) dan Observatorium Angkatan Laut Amerika Serikat, hari-hari pada periode tersebut diprediksi lebih pendek 1,30 milidetik.
Nantinya 22 Juli diperkirakan lebih pendek 1,38 milidetik, sementara 5 Agustus diprediksi lebih pendek 1,5 milidetik dari hari biasanya.
Lebih lanjut, Bulan dianggap bertanggung jawab atas perlambatan rotasi Bumi dalam jangka panjang, namun Bulan ternyata bisa juga menjadi penyebab percepatan.
Semakin dekat Bulan ke khatulistiwa Bumi, semakin besar daya tariknya terhadap Bumi. Hari-hari yang diprediksi menjadi yang terpendek tahun ini terjadi karena Bulan berada pada jarak maksimum dari ekuator Bumi.
Hari-hari yang lebih pendek ini dapat diprediksi oleh para astronom, namun trennya sedikit tidak terduga.
Sejak 1972, 27 detik kabisat telah ditambahkan untuk memperhitungkan laju rotasi Bumi yang menurun. Namun sejak 2016, tidak ada satu detik kabisat pun yang diperlukan, dan IERS telah mengonfirmasi tidak ada detik kabisat yang akan ditambahkan pada Juni 2025.
Tidak ada yang sepenuhnya yakin dengan alasan tren perlambatan rotasi Bumi tampak berbalik dalam beberapa tahun terakhir.
"Kurangnya kebutuhan akan detik kabisat ini tidak diperkirakan sebelumnya," kata Judah Levine, fisikawan di divisi waktu dan frekuensi National Institute of Standards and Technology.
Levine sebelumnya menyatakan adanya asumsi tren perlambatan rotasi terus berlanjut dan detik kabisat akan terus dibutuhkan. Oleh karena itu, percepatan rotasi ini disebut mengejutkan.
Faktor lain yang dapat memengaruhi rotasi Bumi antara lain adalah gempa bumi. Pada Maret 2011, gempa bumi berkekuatan M9,0 melanda lepas pantai timur Jepang, menggeser poros Bumi dan memperpendek hari di Bumi.
Gempa tersebut menggeser sumbu planet sekitar 17 sentimeter dan mungkin telah memindahkan pulau utama sekitar 2,4 meter. Seperti gempa bumi besar lainnya, gempa ini juga mengubah kecepatan rotasi Bumi.
Secara keseluruhan, gempa bumi tersebut mempercepat rotasi Bumi sekitar 1,8 mikrodetik (1,8 juta detik). Sebagai perbandingan, gempa bumi di Indonesia pada 2004 mempercepat hari Bumi sekitar 2,68 mikrodetik.
(lom/chri)