Perang Iran dan Israel (Foto: BBC)
JAKARTA - Konflik Iran dan Israel merupakan salah satu polemik geopolitik paling panjang dan rumit dalam sejarah modern. Sejak Revolusi Islam 1979, hubungan kedua negara memburuk dan berkembang menjadi konflik regional yang kompleks, terlebih dengan keterlibatan Amerika Serikat (AS) yang berpihak pada Israel.
"Konflik ini tidak bisa lagi dilihat hanya sebagai konflik dua negara, tetapi sudah menjadi proxy war dengan dampak lintas benua," ujar Wasekjen Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan PB HMI, M. Nur Latuconsina lewat keterangan tertulis, Selasa (24/5/2025).
Ia menilai, pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani oleh drone AS pada 2020 adalah bukti nyata bahwa kekuatan adidaya justru memperburuk stabilitas global. Akar konflik dimulai dari penolakan Iran atas eksistensi Israel, serta dukungannya terhadap kelompok seperti Hizbullah dan Hamas yang dicap teroris oleh AS dan Israel. Di sisi lain, Israel memandang Iran sebagai ancaman eksistensial terutama karena ambisinya dalam teknologi nuklir.
Latuconsina mengatakan, retorika keras dan aksi militer telah menyeret kawasan seperti Suriah, Irak, dan Lebanon ke dalam perang proksi. Menurut laporan SIPRI, sekitar 25% perdagangan senjata dunia diserap kawasan Timur Tengah, menjadikannya bukan sekadar ladang ideologi, tetapi juga pasar senjata global.
Tindakan AS terhadap Iran termasuk kebijakan preemptive strike. Bahkan, dinilai sebagian besar analis sebagai bentuk agresi sepihak. Serangan terhadap Jenderal Soleimani berdampak langsung pada ekonomi global; harga minyak melonjak dari USD63 menjadi lebih dari USD70 per barel hanya dalam dua hari.
“Dunia menjadi tidak menentu karena tidak ada sistem yang menjamin negara kuat tidak akan menyerang negara lemah atas dasar interpretasi sepihak terhadap ancaman,” kata Nur.
Konflik ini juga merusak sistem keamanan internasional. Ketika kekuatan militer digunakan sebagai alat diplomasi, maka sistem kolektif seperti PBB menjadi tidak efektif karena veto politik. Iran dan Israel, menurut Global Firepower Index 2024, termasuk dalam 20 besar kekuatan militer global.