Mantan Lurah di Jakbar Dituntut 1,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi

7 hours ago 1

CNN Indonesia

Senin, 30 Jun 2025 15:00 WIB

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menuntut eks Lurah Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Herman (63), dengan pidana 1,5 tahun penjara. Ilustrasi. Mantan Lurah di Jakbar Dituntut 1,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi. (iStock/Pattanaphong Khuankaew).

Jakarta, CNN Indonesia --

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menuntut mantan Lurah Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, periode 2015-2017, Herman (63), dengan pidana 1 tahun 6 bulan penjara terkait kasus dugaan korupsi.

Herman dinilai terbukti melanggar Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang berbunyi:Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Herman bin Rumanta dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan pidana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (30/6).

Herman juga dituntut dengan pidana denda sebesar Rp50 juta. Apabila tidak dibayar, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Dalam menjatuhkan tuntutan tersebut, jaksa mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan bagi Herman.

Keadaan memberatkan yaitu Herman tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan hal meringankan adalah Herman belum pernah dihukum serta bersikap sopan dalam persidangan dan menjadi tulang punggung keluarga.

Dalam surat dakwaan jaksa, Herman disebut menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Herman disebut meminta komisi atau uang dari warga bernama Effendi Abdul Rachim yang hendak menjual tanah orang tuanya H. Abd. Rochim kepada Pranoto Gading pada tahun 2016.

Tanah tersebut diperoleh Abd. Rochim pada 25 Juni 1975 dengan harga Rp3,5 juta, dan hendak dijual dengan nilai Rp2.878.774.000 pada tahun 2016.

Proses jual beli itu membutuhkan sejumlah dokumen yang beberapa di antaranya perlu tanda tangan lurah setempat. Dalam pengurusan ini, Herman disebut meminta komisi 10 persen dari harga jual tanah.

"Terdakwa memaksa saksi Effendi Abdul Rachim untuk memberikan komisi sebesar 10 persen dari harga jual tanah untuk menandatangani atau mengesahkan Surat Pernyataan Tidak Sengketa dan Penguasaan Fisik (Sporadik) serta Rekomendasi Tanah," kata jaksa dalam surat dakwaannya.

Effendi terpaksa memenuhi permintaan Herman karena membutuhkan surat tersebut. Dia pun meminta kepada calon pembeli tanahnya untuk membayarkan uang muka sebesar Rp500 juta.

Sebanyak Rp200 juta di antaranya diserahkan kepada Herman melalui saksi Darusman yang pada akhirnya menerima sebagian uang Rp10 juta.

(ryn/ugo)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |