CNN Indonesia
Selasa, 15 Jul 2025 20:45 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keberatan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) mengatur larangan bepergian ke luar negeri hanya untuk tersangka.
Padahal, KPK dalam melaksanakan tugasnya selama ini bisa mengajukan pencegahan ke luar negeri juga untuk saksi. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-undang KPK.
"Di RKUHAP itu yang bisa dilakukan cekal adalah hanya tersangka, namun KPK berpandangan cekal tentunya tidak hanya dibutuhkan bagi tersangka saja, tapi bisa juga terhadap saksi ataupun pihak-pihak terkait lainnya," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Kantornya, Jakarta, Selasa (15/7).
Budi menjelaskan keberadaan pihak terkait termasuk saksi di dalam negeri sangat penting dalam proses penyidikan termasuk untuk kepentingan pemeriksaan.
"Esensi dari cekal itu adalah kebutuhan atau keberadaan dari yang bersangkutan untuk tetap di dalam negeri sehingga ketika dilakukan proses-proses penyidikan dapat dilakukan lebih efektif. Misalnya dilakukan pemanggilan untuk pemeriksaan itu bisa segera dilakukan sehingga prosesnya itu juga bisa menjadi lebih cepat, efektif dan tentu itu baik untuk semua," kata dia.
Budi menambahkan saat ini KPK tengah melakukan kajian mendalam terhadap draf RKUHAP. Setelahnya, lanjut dia, KPK akan menyerahkan hasil kajian untuk menjadi pertimbangan bagi pemerintah dan DPR.
"KPK nanti akan memberikan masukan dari hasil kajian yang sudah dilakukan, termasuk pengayaan dari para pakar hukum yang sudah diundang oleh KPK," imbuhnya.
Bagian Kesembilan Draf RKUHAP mengatur mengenai larangan bagi tersangka untuk ke luar wilayah RI, tepatnya di Pasal 133. Terdapat tiga ayat yang diatur mengenai pelarangan ke luar negeri bagi tersangka. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencegahan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Sementara itu, dalam Undang-undang KPK dijelaskan bahwa lembaga antirasuah berwenang memerintahkan instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.
Sebelum ini, KPK sudah menyampaikan dua poin keberatan dalam RKUHAP yang hingga kini masih berproses di DPR. Yakni perihal penyelidikan dan penyadapan.
"Penyadapan misalnya, dalam RUU KUHAP disebutkan penyadapan dimulai pada saat penyidikan dan melalui izin pengadilan daerah setempat ya. Namun, penyadapan yang dilakukan oleh KPK selama ini telah dimulai sejak tahap penyelidikan, dan tanpa izin pengadilan negeri atau pengadilan tinggi di daerah setempat," terang Budi.
Budi menyebut RKUHAP yang sudah disepakati DPR dan pemerintah itu juga mereduksi kewenangan penyelidik.
"Penyelidik dalam RUU KUHAP itu hanya berwenang untuk mencari peristiwa tindak pidananya, sedangkan penyelidik di KPK bahkan sampai mencari sekurang-kurangnya dua alat bukti," lanjut dia.
(ryn/dal)