KKI Minta Aturan Usia Pakai Ganula, Ada Paparan yang Lewati Batas

8 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mendorong pemerintah segera membuat aturan tegas soal usia maksimal galon guna ulang dan mempercepat pelabelan BPA. Tujuannya, guna mencegah ganula terus beredar bebas dan merugikan kesehatan.

Sebelumnya, diketahui bahwa usia galon sangat mempengaruhi peluruhan BPA. BPOM sendiri telah mewajibkan label peringatan risiko BPA pada galon polikarbonat, tapi kebijakan ini baru berjalan penuh pada 2024 dengan masa penyesuaian hingga 2028.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan paparan Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang di enam kota besar Indonesia sudah melampaui ambang batas aman 0,6 bagian per juta (bpj). Namun, hingga kini belum ada regulasi yang membatasi usia pakai galon jenis ini, sehingga dapat membahayakan konsumen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BPA adalah senyawa kimia yang dikenal sebagai endocrine disruptor, zat yang meniru hormon estrogen dan bisa memengaruhi sistem hormonal manusia. Sejumlah riset global mengaitkan paparan BPA dengan gangguan tumbuh kembang anak, infertilitas, hingga risiko beberapa jenis kanker.

"Undang-Undang Perlindungan Konsumen dibuat agar rakyat tidak jadi korban. Negara harus hadir membatasi ganula, bukan hanya membiarkan produsen meraup untung dari galon tua," kata Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing.

David menilai, diperlukan regulasi usia pakai ganula lanjut usia (ganula).

"Ini inti masalahnya. Label memang penting, tapi tanpa batas masa pakai, ganula tetap beredar. Barang plastik seperti galon polikarbonat tidak bisa dipakai selamanya. Tapi faktanya di lapangan, satu galon bisa dipakai bertahun-tahun, puluhan kali isi ulang," kata David.

David menyatakan, ada hasil temuan BPOM yang mengkhawatirkan.

"BPOM sudah membuat aturan BPA. Itu ada ambang batasnya. Yang berbahaya itu ketika melewati ambang batas itu. Dan tahun 2021-2022 BPOM melakukan survei di enam kota besar di Indonesia. Hasilnya, paparan BPA sudah melebihi ambang batas. Artinya, ini adalah peringatan bahaya," paparnya.

Risiko pelepasan BPA disebut meningkat pada galon yang usianya sudah tua, karena sering terpapar sinar matahari, atau dicuci berulang kali dengan cara yang tidak tepat.

"Ganula ini sebetulnya galon zombie. Masih kelihatan layak, padahal sudah harusnya pensiun. Tapi produsen tetap membiarkannya beredar karena biaya produksi bisa ditekan. Padahal ini merugikan konsumen," kata David.

Profesor Mochamad Cholid selaku pakar polimer Universitas Indonesia, menegaskan galon guna ulang sebaiknya hanya dipakai maksimal 40 kali atau setara sekitar satu tahun, dengan asumsi satu minggu satu kali isi ulang. Melebihi itu, risiko migrasi BPA makin tinggi.

Saat ini, mayoritas konsumen belum paham soal ganula. Survei KKI mencatat 43,4 persen responden tidak tahu ada aturan label BPA. Namun setelah mengatahuinya, 96 persen setuju penerapan aturan secepatnya dan mendukung penarikan ganula dari peredaran.

Terlebih, produsen air minum dalam kemasan sudah punya teknologi memproduksi galon baru yang bebas BPA. Namun, galon-galon tua tetap bertahan di pasar.

"Kalau sudah bisa bikin galon bebas BPA, kenapa ganula tidak ditarik? Kan aneh. Ini murni soal keuntungan saja, sementara konsumen jadi korban," kata David.

David menekankan, 40 persen penduduk Indonesia mengandalkan air minum kemasan dan galon guna ulang. Artinya, lebih dari 100 juta orang setiap hari berpotensi terpapar BPA dari ganula.

"Bayangkan, ini bukan soal segelintir orang. Ini soal generasi. Kalau pemerintah tidak segera atur masa pakai galon, dampaknya bisa panjang," pungkas David.

(rea/rir)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Sinar Berita| Sulawesi | Zona Local | Kabar Kalimantan |