Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia menyandang status sebagai raja ekspor kemenyan atau yang biasa dikenal getah Styrax Benzoin alias benzoin gum.
Hal itu tampak dari data ekspor yang perusahaan informasi ekspor-impor Volza.
Berdasarkan data per 11 April 2025, Indonesia menjadi negara pengekspor kemenyan terbanyak. Indonesia mengalahkan negara-negara seperti India dan Singapura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia menjadi pemimpin ekspor benzoin gum di dunia dengan 1.216 pengiriman, diikuti India dengan 177 pengiriman, dan Singapura menempati urutan ketiga dengan 101 pengiriman," dikutip dari situs Volza, Kamis (5/6).
Pada Oktober 2023 hingga September 2024, jumlah ekspor kemenyan dari Indonesia mencapai 189 pengiriman. Angka ini menunjukkan pertumbuhan 28 persen dibandingkan satu tahun sebelumnya.
Khusus untuk September 2024, Indonesia mengekspor kemenyan 17 kali. Angka ini menunjukkan pertumbuhan 55 persen dibandingkan September 2023 dan 21 persen dibandingkan Agustus 2024.
"Sebagian besar ekspor benzoin gum dari Indonesia dikirim ke India, Singapura, dan UAE," dilansir Volza.
Volza mencatat ada 160 pemasok di Indonesia yang mengekspor kemenyan ke 178 pembeli di dunia. Pada Oktober 2023-September 2024, ada 62 eksportir kemenyan yang aktif di Indonesia.
Ada tiga perusahaan yang mendominasi ekspor kemenyan, yaitu CV Aroma Co, PT Java Agro Timber Investama, dan PT Karimun Kencana Aromatics. Tiga perusahaan itu menyumbang 54 persen dari total ekspor kemenyan Indonesia.
Nilai ekspor kemenyan sempat diungkap Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan. Dia berniat mendorong hilirisasi kemenyan karena potensi ekonomi yang tinggi.
"Ekspor kemenyan kita pada 2024 mencapai 43 ribu ton dengan nilai lebih dari US$52 juta (Rp847,6 miliar, asumsi kurs Rp16.299 per dolar AS). Sekitar 30 persen masyarakat di Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan bergantung hidup dari komoditas ini," kata Luhut melalui akun Instagramnya, Sabtu (24/5).
Sejak Zaman Belanda
Sejumlah penelitian merekam jejak kemenyan dalam perekonomian Indonesia. Salah satunya studi Pusat Riset Perhutanan Internasional dan Agroforestri Dunia (CIFOR-ICRAF) pada 2004.
Studi itu mencantumkan kemenyan Sumatera Utara sebagai salah satu produk hutan selain kayu di Asia. Riset itu mengatakan penanaman kemenyan di Sumatera sudah dilakukan sejak lebih dari 200 tahun. Hal itu merujuk beberapa catatan pemerintah kolonial Belanda yang membahas pengolahan styrax benzoin.
Studi itu membahas soal "kebun kemenyan". Masyarakat Sumatera Utara disebut menanam kemenyan di lahan perkebunan hutan.
"Area tanam meliputi sekitar 20 ribu hektare di ketinggian antara 700 dengan 1.400 meter di atas permukaan laut, 87 persen di antaranya berada di distrik Tapanuli Utara," dikutip dari halaman 149 riset berjudul Forest Products, Livelihoods and Conservation tahun 2004.
Studi itu juga merekam puncak kejayaan kemenyan Sumatera Utara pada era 1970-an. Pada awal 1970-an, penjualan 1 kg kemenyan setara 32 kg beras.
Namun, harga komoditas itu merosot terus. Pada 1990-an, harga kemenyan turun separuh. Butuh 2 kg kemenyan untuk mendapatkan 32 kg beras.
Riset itu menyebut kemenyan menyumbang 30-45 persen pendapatan rumah tangga masyarakat Sumatera Utara saat itu.
Rata-rata pendapatan rumah tangga saat itu US$482, sedangkan kemenyan menyumbang sekitar US$144 hingga US$216 di antaranya.
"Uang dari kemenyan secara tradisional digunakan untuk membayar biaya sekolah. Dulu, saat harganya lebih tinggi, uang hasil kemenyan bisa membuat beberapa generasi Batak menembus perguruan tinggi," tulis riset tersebut.
(dhf/sfr)