CNN Indonesia
Selasa, 22 Jul 2025 21:30 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara soal syarat RI harus impor komoditas energi senilai US$15 miliar atau Rp244 triliun (kurs Rp16.312 per dolar AS) dan pertanian US$4,5 miliar atau Rp73,4 triliun agar bisa menikmati tarif 19 persen dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Menurutnya, RI menawarkan untuk membeli komoditas energi dan pertanian agar neraca perdagangan dengan AS bisa segera seimbang.
Indonesia memang menjadi salah satu negara dengan neraca perdagangan yang negatif atau defisit di mata AS. Hal itu menjadi salah satu landasan utama AS memasang tarif timbal balik yang cukup tinggi kepada Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Trade defisitnya langsung dibuat balance, antara lain kita langsung beli komoditas energi dan agrikultur. Energi dan agrikultur adalah dua hal yang jadi kepentingan dari AS," katanya dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV, Selasa (21/7).
Airlangga mengatakan jika hanya dengan penurunan tarif maka neraca dagang RI-AS baru bisa menyeimbangkan dalam tiga hingga empat tahun ke depan.
Karenanya, pemerintah RI menawarkan pembelian komoditas energi dan pertanian AS
"Kalau hanya dengan penurunan tarif maka balancenya akan makan waktu tiga tahun sampai empat tahun. Tapi dengan offer Indonesia untuk beli barang dari AS, maka offering untuk mem-balance-kan itu dalam waktu satu tahun, jadi lebih singkat dari berbagai negara lain," katanya.
Airlangga mengatasi pembelian komoditas energi dan pertanian AS tidak akan membuat bengkak impor RI. Pasalnya impor dari negara lain akan dialihkan ke AS, sehingga impor tidak bertambah.
Misalnya impor energi yang sebelumnya dari AS, Timur Tengah, dan negara Afrika, akan dialihkan ke Negeri Paman Sam saja.
"Sehingga ini hanya shifting dari-dari negara itu ke AS. Tidak menambah dari total impor kita," katanya.
Begitu juga produk pertanian yang sebelumnya dibeli dari Eropa, Australia dan Ukraina , akan dialihkan ke AS.
"Sehingga ini tidak mengubah secara total impor kita," katanya.
(fby/agt)